Murid Libur, Haruskah Guru Libur?

(Artikel ini telah tayang di Suara Merdeka 07 Februari 2011)

Saat ini murid sekolah, dari tingkat TK sam- pai SMA sederajat, masih menikmati libur. Sebenarnya, siapa yang berhak libur? Guru, peserta didik, atau keduanya? Selama ini, tatkala libur sekolah tiba, guru pun ikut libur. Kondisi itu sudah berlangsung lama dan tidak didukung reg- ulasi yang cukup. Memang selama masa libur, guru wajib piket secara bergiliran. Namun tetap saja jum- lah hari libur guru, masih di atas cuti tahunan PNS. Dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik, tentu masyarakat kini menuntut agar guru lebih profes- sional. Apakah hal itu dapat terwujud jika guru terlalu banyak libur?

Dalam Kalender Pendidikan (Kaldik) 2010/2011 yang diterbitkan Dinas Pendidikan Provinsi Jateng yang dimaksud dengan hari libur adalah hari yang ditetapkan untuk tidak diadakan proses pembela- jaran di satuan pendidikan. Hari libur itu antara lain hari libur semester dan hari libur bulan Ramadan. Dalam satu tahun pelajaran jumlah hari libur kurang lebih 50 hari kalender atau 42 hari kerja.

Sekadar menyegarkan pemahaman pembaca, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama men- didik, mengajar, membimb- ing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Sebagai se- orang profesional maka guru wajib meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompeten- sinya.

Pada sisi lain, PP Nomor 78 Tahun 2008 tentang Guru, secara tegas menyebutkan bahwa guru berhak atas cuti, sebagaimana PNS yang lain. PP tersebut, baik tersurat maupun tersirat, tidak meng- atur hak guru untuk libur pada saat libur sekolah. Bagi guru swasta, diatur oleh yayasan yang menaungi tempat kerjanya. Karena itu, kita perlu merenungkan kembali "konvensi" dalam dunia pen- didikan yang terkait dengan libur sekolah sebagai liburnya guru. Program Fisik

Tugas utama guru memang berhubungan dengan peserta didik sehingga tanpa kehadiran murid maka guru kesulitan melaksanakan tugasnya. Namun harus diingat, guru juga dituntut mengem- bangkan kompetensinya, baik pedagogik, profe- sional, kepribadian, maupun kompetensi sosial.

Upaya peningkatan kompetensi harus dilaku- kan secara terus-menerus. Jadi, guru harus meningkatkan kompetensinya pada masa libur sekolah. Kelompok kerja guru/ musyawarah guru mata pelajaran (KKG/ MGMP) perlu bersinergi dalam merancang kegiatan peningkatan kompe- tensi itu. Agar tujuan itu tercapai, KKG/ MGMP diberi peran sebagai reformator, mediator, support- ing agency, kolaborator, evaluator, serta clinical and academic supervisor.

Sebagai reformator, ia harus mampu merumuskan model pembelajaran efektif dan model penilaian, dalam bentuk pelatihan sebagai upaya pembaruan paradigma guru yang berkaitan dengan pembelajaran efektif. Sebagai mediator, ia diper- lukan untuk memprakarsai pengembangan dan peningkatan kompetensi tentang kurikulum dan sis- tem pengujian. Sebagai supporting agency, ia dibu- tuhkan untuk memotivasi anggotanya meningkat- kan kemampuan dan keterampilannya dalam kegiatan belajar mengajar.

Dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik, kini guru dituntut agar lebih profesional. Apakah hal itu dapat terwujud jika guru terlalu banyak libur?

Peran MGMP sebagai kolaborator diperlukan dalam upaya meningkatkan kemam- puan profesional guru. Se- bagai evaluator, ia diperlukan untuk mengevaluasi kinerja, sedangkan perannya sebagai clinical and academic supervisor diperlukan untuk memberikan program layanan supervisi akademik/klinis kepada anggotanya.

Berdasarkan tujuan dan peran yang dimiliki maka kegiatan peningkatan kompe- tensi guru yang dirancang KKG/MGMP untuk mengisi libur sekolah pasti akan sesuai dengan kebutuhan profesional guru. Dalam merealisasikan programnya, KKG/ MGMP perlu mendapatkan dukungan dari pemerintah, terutama pengang- garannya.

Selama ini pemerintah berkesan hanya berorien- tasi pada program fisik, seperti membangun ruang kelas baru, ruang penunjang dan sebagainya. Program nonfisik yang bertujuan meningkatkan kompetensi guru, semisal pelatihan atau lokakarya, volumenya masih jauh di bawah program fisik. Paradigma ini harus segera diperbaiki agar ada keseimbangan penganggaran antara program fisik dan nonfisik. Dengan perbaikan itu, KKG/MGMP mampu mengisi libur sekolah dengan mengadakan kegiatan yang bermanfaat bagi guru.

- Drs Adi Prasetyo SH MPd, Ketua PGRI Kabupaten Semarang

Posting Komentar untuk "Murid Libur, Haruskah Guru Libur?"