Kerugian Bersama dari Cuti Bersama


(Artikel ini telah tayang di Suara Merdeka 31 Mei 2011)

SEBAGIAN masyarakat terkejut ketika peme- rintah mengumumkan cuti bersama pada 12 Mei lalu karena pemberitahuannya berkesan menda- dak. Belum hilang rasa terkejut itu, publik dikejut- kan lagi dengan pengumuman pemerintah tentang cuti bersama 3 Juni 2011. Menarik untuk membi- carakan cuti bersama mengingat bangsa ini se- harusnya bekerja lebih keras lagi agar cepat lepas dari krisis multidimensi. Dengan kembali menetap- kan cuti bersama, yang waktunya berdekatan, pemerintah seperti tidak memiliki sense of crisis.

Dibandingkan negara lain, Indonesia memiliki li- bur paling panjang, libur nasional dan cuti bersama. Pemerintah beralasan cuti bersama dapat mening- katkan produktivitas, lebih efektif, dan efisien, meski belum ada kajian ilmiahnya. Di lingkungan birokrat, cuti PNS diatur dengan PP Nomor 24 Ta- hun 1976. Peraturan itu men- jelaskan jenis dan tata cara pengambilan cuti, meliputi cuti tahunan, cuti besar, cuti sakit, cuti bersalin, cuti karena alas- an penting, dan cuti di luar tanggungan negara.

Semua pegawai berhak atas cuti itu, bebas menentu- kan kapan akan mengambil- nya. Juga tidak ada sanksi jika mereka tidak mengambil cuti. Cuti bersama yang ramai dibi- carakan itu, tampaknya ku- rang sejalan dengan filoso- finya. Cuti adalah hak tiap pegawai/karyawan dan diam- bil sesuai kebutuhan. Namun ketika formatnya menjadi cuti bersama, ia berubah menjadi kewajiban.

Di lingkungan industri Jateng, cuti bersama jus- tru menimbulkan masalah. Di pabrik, status karyawan dibedakan menjadi karyawan tetap dan tenaga kontrak. Bagi karyawan tetap, cuti bersama tidak mengakibatkan gaji dipotong karena yang hilang hanya uang transpor dan uang makan.

Hal ini berbeda dari tenaga kontrak karena gaji diperhitungkan berdasarkan produktivitasnya. Artinya, kalau tidak bekerja, termasuk diliburkan oleh pimpinan pabrik, mereka tidak menerima gaji. Jadi bagi golongan ini, cuti bersama sama saja arti- nya dengan kehilangan penghasilan. Padahal banyak pihak yang juga menggantungkan hidup- nya dari aktivitas industri. 

Sebut saja dari sopir angkot, tukang ojek, peda- gang makanan, dan banyak lagi sektor informal. Berarti ada ratusan ribu, bahkan jutaan orang, yang menjadikan industri sebagai satu satunya tempat mencari nafkah.

Cuti bersama menjadi mimpi buruk bagi kelom- pok masyarakat marginal. Melalui cuti bersama, harapan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan misalnya hanya mengandalkan sektor pariwisata, juga tidak menunjukkan hasil yang sig- nifikan. Jumlah obyek wisata yang ada, tidak sebanding dengan jumlah pabrik di tiap kabupa- ten/kota.

Kalender Pendidikan

Sebagai gambaran, di Jawa Tengah hingga saat ini ada 17.958 perusahaan, meliputi perusahaan swasta murni, PMA, PMDN, dan sebagainya. Se- mentara jumlah objek wisata di Jateng, angkanya jauh di bawah jumlah perusahaan. Hanya ada 245 objek wisata, meliputi objek wisata alam, wisata buatan, dan wisata budaya.

Dengan kata lain, pabrik yang jumlahnya ba- nyak itu terbukti lebih signifikan meningkatkan per- tumbuhan ekonomi rakyat, dibandingkan efek yang sama terkait dengan keberadaan objek wisata yang memang jumlahnya lebih sedikit. Pada bidang pendidikan, cuti bersama juga membuat kalangan terkait kebingungan.

Di tingkat kabupaten/kota, bidang pendidikan ditangani oleh Dinas Pendidikan. Seko- lah sebagai unit pelaksana teknis dinas harus mematuhi regulasi pemerintah, terma- suk masalah cuti bersama. Padahal di sisi lain, sekolah juga mempunyai "kitab suci" kalender pendidikan (kaldik) yang juga disusun pemerintah.

Kaldik mengatur tentang hari belajar efektif dan hari libur sekolah, dari tingkat SD sampai SMA/- SMK. Kegiatan sejak awal tahun pelajaran baru, libur sekolah, evaluasi belajar siswa, sampai pe- nyerahan rapor kenaikan kelas, semuanya diatur dalam kalender itu.

Cuti bersama berarti menambah jumlah libur se- kolah dan pasti mengganggu proses kegiatan be- lajar mengajar. Tidak mustahil angka kriteria ketun- tasan minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah tidak akan tercapai. Akibatnya, upaya untuk meningkat- kan mutu pendidikanpun bisa menghadapi per- soalan serius. Ada baiknya kebijakan cuti bersama ditinjau kembali demi produktivitas. (10)

- Drs Adi Prasetyo SH MPd, Ketua PGRI Kabupaten Semarang

Posting Komentar untuk "Kerugian Bersama dari Cuti Bersama"