Birokrasi Dan Pemberantasan Korupsi


(Artikel ini telah tayang di SUARA MERDEKA tanggal 11 Maret 2024)


Tanggal 9 Desember diperingati sebagai Hari Anti Korupsi Sedunia. Hampir semua negara menyatakan perang terhadap korupsi, tidak terkecuali Indonesia.

Indeks Persepsi Korupsi ( IPK) Indonesia pada 2022 berada di skor 34 dan berada di peringkat ke-110 dari 180 negara yang disurvei. Skor ini turun 4 poin dari tahun 2021 yang berada pada skor 38 atau merupakan penurunan paling drastis sejak 1995.

Indonesia hanya mampu menaikkan skor IPK sebanyak 2 poin dari skor 32 selama satu dekade terakhir sejak tahun 2012. Situasi ini memperlihatkan respons terhadap praktik korupsi masih cenderung berjalan lambat, bahkan terus memburuk akibat minimnya dukungan yang nyata dari para pemangku kepentingan

IPK merupakan indikator komposit untuk mengukur persepsi korupsi sektor publik pada skala 0 (sangat korup) hingga 100 (sangat bersih) di 180 negara dan wilayah. Indeks ini berdasarkan kombinasi dari 13 survei global serta penilaian korupsi menurut persepsi pelaku usaha dan penilaian ahli sedunia sejak tahun 1995 oleh Transparency International.

Pemberantasan korupsi di Indonesia, seperti di banyak negara lainnya, menghadapi sejumlah tantangan yang kompleks. Dari sumber data yang dikumpulkan, korupsi politik masih marak ditemukan, seperti suap, gratifikasi, hingga konflik kepentingan antara politisi, pejabat publik, dan pelaku usaha masih lazim terjadi 

Ada yang menilai, turun drastisnya skor IPK Indonesia 2022 membuktikan bahwa strategi dan program pemberantasan tidak efektif. Revisi Undang-Undang KPK pada 2019 merupakan perubahan strategi pemerintah untuk mengurangi penegakan hukum dan menggeser ke pencegahan korupsi. Berbagai program pemberantasan korupsi dalam pelayanan publik dan bisnis dilakukan dengan digitalisasi pelayanan publik. Bahkan, UU Cipta Kerja diklaim sebagai strategi besar untuk memberantas korupsi melalui pencegahan. Namun, merosotnya skor IPK menunjukkan strategi tersebut tidak berjalan optimal.

Selain itu ada yang meminta, agar pemerintah memprioritaskan komitmen antikorupsi, memperkuat check and balances, menegakkan hak atas informasi, dan membatasi pengaruh swasta untuk membersihkan dunia dari korupsi serta ketidakstabilan yang ditimbulkannya.

PERAN BIROKRASI 

Sejatinya, birokrasi memainkan peran kunci dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Birokrasi memiliki tanggung jawab penting dalam menjalankan kebijakan pemerintah dan menyediakan layanan publik. Ada beberapa peran utama birokrasi dalam upaya pemberantasan korupsi.

Peran paling mendasar birokrasi adalah memastikan penerapan tata kelola pemerintahan yang baik di dalam lembaga-lembaga pemerintah. Hal ini mencakup transparansi, akuntabilitas, partisipasi publik, efisiensi, dan keadilan dalam pengambilan keputusan. Ia juga berperan langsung dalam menyelenggarakan pelayanan publik. Dengan memastikan proses administrasi yang transparan dan bersih, birokrasi dapat mencegah terjadinya praktik korupsi dalam pemberian layanan kepada masyarakat.

Untuk mencapai hal itu,birokrasi perlu memiliki sistem pengawasan internal yang kuat guna mengidentifikasi dan mencegah potensi penyelewengan dana atau pelanggaran etika. Pengawasan internal yang baik dapat menjadi mekanisme pencegahan korupsi dari dalam lembaga pemerintah.

Yang tidak kalah penting adalah meningkatkan kapasitas dan etika aparatur sipil negara (ASN) melalui pelatihan, pendidikan, dan program pembinaan. ASN yang memiliki integritas tinggi dapat menjadi garda terdepan dalam mencegah dan melaporkan tindakan korupsi.Akan tetapi birokrasi juga harus memiliki mekanisme yang efektif untuk menegakkan disiplin terhadap anggota birokrasi yang terlibat dalam tindakan korupsi. Prosedur hukuman dan sanksi yang jelas dapat menjadi punishmen bagi pelaku korupsi. Birokrasi perlu terlibat dalam inisiatif peningkatan kapasitas anti-korupsi, seperti pelatihan dan workshop tentang etika, integritas, dan tata kelola pemerintahan yang baik bagi pegawai.

Di era desrupsi, birokrasi harus selalu meng-up date teknologi modern dalam proses administratif dan sistem informasi pemerintah untuk mengurangi kesempatan terjadinya praktik korupsi. Misalnya, dengan menerapkan sistem e-katalog/e-purchasing untuk pengadaan barang dan jasa.

Pada sisi yang lain , birokrasi perlu bekerja sama dengan lembaga-lembaga anti-korupsi, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk menyelidiki dan menindaklanjuti dugaan korupsi yang melibatkan anggota birokrasi.

Akhirnya, birokrasi dapat ikut serta dalam kampanye anti-korupsi, baik sebagai penyelenggara maupun peserta aktif, untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

Selanjutnya, pemberantasan korupsi memerlukan komitmen dan kerja sama dari seluruh birokrasi, serta perlunya reformasi internal dalam mengubah budaya dan praktik birokrasi yang rentan terhadap korupsi.

Peran birokrasi dalam memberantas korupsi akan optimal, jika diimbangi penuatan lembaga-lembaga anti-korupsi, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dengan memberikan dukungan finansial, sumber daya manusia, dan kewenangan yang memadai. Selain itu harus dipastikan lembaga-lembaga tersebut beroperasi secara independen dan bebas dari tekanan politik.

Tidak hanya itu, harus dilakukan reformasi dalam sistem peradilan untuk memastikan penegakan hukum yang adil, efektif, dan cepat dalam menangani kasus-kasus korupsi, melalui peningkatan kapasitas hakim, jaksa, dan aparat penegak hukum.

Yang juga harus dilakukan adalah memaksimalkan kerja sama dengan sektor swasta dalam upaya meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik dan berkolaborasi dengan lembaga masyarakat sipil dan organisasi non-pemerintah untuk mendapatkan dukungan dalam pengawasan dan pelaporan korupsi.

Pemerintah harus memberikan dukungan penuh kepada pihak-pihak yang terlibat dalam upaya pemberantasan korupsi, termasuk lembaga anti-korupsi, aparat penegak hukum, dan whistleblower serta melindungi mereka dari tekanan dan intimidasi.

Pada bidang politik dan pemilu berintegritas, presiden dan pemerintah, DPR dan partai politik, lembaga penyelenggara dan pengawasan pemilu, serta lembaga penegakan hukum harus menjamin prinsip integritas dan antikorupsi. Di bidang kebijakan ekonomi antikorupsi, pemerintah bersama pihak swasta harus konsisten dalam membangun sistem antikorupsi. Adapun pada bidang demokrasi dan ruang sipil, pemerintah harus menjamin kebebasan sipil dan ruang aspirasi publik dalam pembentukan regulasi hingga implementasi pembangunan.

Yang lebih signifikan, pemerintah juga harus melakukan evaluasi berkala terhadap kebijakan anti-korupsi yang ada, dan jika diperlukan, melakukan revisi untuk memastikan relevansi dan efektivitasnya.    

Nampaknya kita harus memahami , bahwa pemberantasan korupsi adalah usaha bersama seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, swasta, masyarakat sipil, dan lembaga lainnya merupakan kunci keberhasilan dalam menciptakan lingkungan yang bersih dari korupsi.

(Drs. Adi Prasetyo, S.H., M.Pd, Staf Ahli Bupati Bidang Kemasyarakatan dan SDM Kabupaten Semarang)

Posting Komentar untuk "Birokrasi Dan Pemberantasan Korupsi"