Politisasi Birokrasi dalam Pendidikan

(Artikel ini telah tayang di Suara Merdeka 26 September 2011)

Pemberlakukan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah membawa konsekuensi pendidikan menjadi salah satu bidang yang diotonomikan di tingkat kabu- paten/kota. Lima tahun kemudian, regulasi itu diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, yang diharapkan lebih sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntut- an penyelenggaraan otonomi daerah. Harapannya, perangkat hukum itu mampu mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan.

Namun yang terjadi justru sebaliknya karena otonomi pendidikan melahirkan sejumlah persoalan, dari masalah sarana prasarana sampai ketenagaan (pendidik/ tenaga kependidikan). Kebijakan yang terkait dengan ketenagaan sering meng- abaikan peraturan yang berlaku. Pengelolaan ketenagaan, baik pengangkatan, mutasi, RCH maupun promosi dilakukan berdasarkan selera dan keinginan bupati/ wali kota. Aroma tidak sedap pun mengikuti. Dari indikasi adanya tim sukses hingga money politics, menjadi rahasia umum di internal.

Masyarakat pendidikan merasakan keti- dakadilan dan kesewenang-wenangan. Kon- disi ini sangat berpengaruh terhadap upaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Untuk mengantisipasi persoalan itu, sebe- narnya Kemendiknas sudah menerbitkan regu- lasi tentang pengelolaan ketenagaan. Namun peraturan itu tidak mampu melawan arogansi bupati/ wali kota.

Terakhir, Mendiknas mewacanakan menarik kembali kewenangan daerah dalam bidang pendidikan, menjadi kewenangan pemerintah pusat. Akankah ini menjadi solusi jitu untuk mengurai problematika pendidikan pada era otonomi daerah?

Otda sebenarnya bukanlah barang baru karena sudah dikenal sejak lahirnya UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang ini menganut asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi melahirkan otda yang dilaksanakan oleh kabupa- ten/ kota.

Dekonsentrasi melahirkan instansi vertikal dalam wujud kantor wilayah provinsi dan kantor departemen kabupaten/kota dan menja- di bagian dari departemen (induk/pusat).
Kewenangannya pun dipisahkan menjadi dua. Instansi vertikal dalam bentuk kanwil Depdiknas, mengelola satuan pendidikan TK, SMP, SMA, dan SMK, terkait man, money, material, and method. Adapun kabupaten/kota sebagai daerah otonom, mengelola satuan pen- didikan SD, yang meliputi man, money, and material. Khusus teknis edukatif SD ditangani oleh instansi vertikal. 

Konsep Pemda
Otonomi terbatas ini berjalan dengan ba bahkan terjadi sinkronisasi dan sinergi harm nis antara instansi vertikal dan daerah otono Semua proses birokrasi berjalan sesuai deng regulasi. Profesionalisme senantiasa mewan kehidupan birokrasi. Bupati/ wali kota ya dipilih oleh legislatif, justru berdampak pos bagi birokrasi. Tidak ada tim sukses dan bu tim sukses dalam birokrasi, serta tidak terj politisasi birokrasi.

Justru pada zaman yang "lebih mode yaitu era UU Nomor 22 Tahun 1999 dan Nomor 32 Tahun 2004, kondisi yang s berjalan lancar itu justru hilang. Pada er kabupaten/kota memperoleh otonomi s luasnya, termasuk dalam bidang pendid termasuk pengelolaan man, money, ma and method dari TK, SD, SMP, SM SMK. Pemilihan bupati/ wali kota secara sung pun melahirkan politisasi biro Lahirlah faksi dalam tubuh birokrasi. Ot yang luar biasa dan politisasi birokrasi m penyebab karut-marutnya pengelolaa didikan.

Distribusi sarana pendidikan, pemb dan pengembangan karier ketenagaan mendasarkan pada ikatan ikatan dan sebangsanya. Based line tidak lagi menjadi data dasa merumuskan kebijakan pen Rumusannya lebih b tasi pada kepenting tik, terutama yan tuhan dengan implemen yang terlalu
pilkada langsung. Mengembalikan konsp seperti diatur dalam UU Nomor 5 tahun menjadi solusi bijak karena regulasi anut asas otonomi terbatas. Pemerintah tidak perlu merasa mali menghidupkan kembali jiwa dan san UU tersebut.


-Drs Adi Prasetyo SH MPE PGRI Kabupaten Semarang

Posting Komentar untuk "Politisasi Birokrasi dalam Pendidikan"