Mewujudkan PPDB yang Ramah Sosial

(Artikel ini telah tayang di Suara Merdeka 28 Juni 2013) 

“Sekolah favorit” merupakan sebuah sekolah yang penyelenggaraannya tidak memiliki legalitas formal. Tidak ada satupun regulasi yang mengatur penyelenggaraan “sekolah favorit” tersebut. Namun demikian, meskipun penyelenggaraannya tidak memiliki landasan yuridis, akan tetapi keberadaan “sekolah favorit” ditengah-tengah masyarakat betul-betul dirasakan. Jadi, “sekolah favorit” ini tidak memiliki legalitas formal, akan tetapi dia memiliki legitimasi. Sudah sejak tahun 1970an, “sekolah favorit” ini ada di tengah-tengah masyarakat kita. Pada setiap kab/kota selalu dapat ditemukan “sekolah favorit”. Mulai dari jenjang SD, SMP s/d SMA. 

“Sekolah favorit” biasanya ditandai dengan beberapa ciri. Umumnya sekolah favorit berlokasi di daerah-daerah yang strategis dan memiliki aksesibilitas  yang relatif mudah. Dari sisi siswa, pada umumnya didominasi mereka yang memiliki tingkat kecerdasan diatas rata-rata. Hal ini terjadi karena jumlah daya tampung tiap “sekolah favorit” lebih kecil dari jumlah pendaftar sehingga perlu dilakukan seleksi. Selama ini, seleksi dilakukan berdasarkan nilai hasil Ujian Nasional (UN). Makin tinggi nilainya maka makin tinggi peluangnya untuk diterima. Pada “sekolah favorit” persaiangannya teramat ketat, hanya siswa yang bernilai UN tinggi saja yang bisa diterima. Secara kebetulan, siswa yang bernilai UN tinggi, berasal dari keluarga dengan status sosial menengah keatas, dan biasanya ditandai dengan tingkat kesadaran terhadap pendidikan yang relatif tinggi. Bagi kelompok ini, produk pendidikan  berkualitas diyakini menjadi solusi dalam menyelesaikan persoalan kehidupan. Apapun akan mereka lakukan untuk mewujudkan hal itu. Mulai dari mengikutsertakan bimbingan belajar sampai mengundang guru private ke rumah. Menyediakan buku-buku pelajaran dan pendukung serta menyiapkan jaringan internet yang handal menjadi strategi kelompok ini. Semua itu, dilakukan dengan biaya yang tidak kecil. Sehingga, hanya keluarga dengan status ekonomi mapan saja yang mampu mewujudkannya. 

Guru pada “sekolah favorit” biasanya mereka memiliki kompetensi maksimal. Selain memiliki kualifikasi yang memadai mereka juga memiliki jam terbang sebagai guru yang cukup lama. Ini menjadi modal untuk menyelenggarakan proses pembelajaran yang diinginkan masyarakat kelas menengah keatas.

Pada sisi lainnya, kelompok masyarakat dengan status sosial menengah kebawah didominasi oleh mereka yang tidak memiliki tingkat kesadaran pendidikan yang tinggi serta keterbatasan ekonomi. Mereka tidak mampu memberikan mindset dan memotivasi anak-anak mereka tentang pentingnya pendidikan berkualitas. Bagi mereka, pendidikan hanya dimaknai oleh perolehan ijazah bukan perwujudan kompetensi yang komprehensif. 

Wajar bila “sekolah favorit” banyak diisi oleh kelas menengah keatas. Sebaliknya, pada umumnya kelas menengah kebawah, tidak mampu bersaing secara akademis dengan kelas menengah keatas. Kondisi ini harus segera diakhiri.  

ZONASI

Tiga tahun terakhir pemerintah berusaha dengan keras untuk menghilangkan “sekolah favorit”. Pemerintah ingin semua sekolah memiliki kualitas yang sama. Salah satu upanya, dengan melakukan perubahan pada proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Hal ini dilakuakan pemerintah dengan menerbitkan Permendikbud nomor 51 tahun 2018 tentang PPDB, yang disempurnakan dengan Permendikbud nomor 20 tahun 2019. Seleksi tidak lagi dilakukan berdasarkan perolehan nilai hasil UN tetapi ditentukan berdasarkan jarak tempat tinggal siswa dengan sekolah. Semakin dekat jaraknya, maka peluang untuk diterima semakin besar meskipun nilai UN rendah. Pola ini lebih dikenal dengan istilah Zonasi.      

Sesuai dengan Permendikbud, jalur PPDB dibagi menjadi tiga yaitu Zonasi, Prestasi, dan Mutasi orang tua. Sesuai Permendikbud terakhir, jalur zonasi diberi kuota minimal 80% dari daya tampung, jalur prestasi diberi kuota maksimal 15% dan untuk mutasi maksimal hanya 5%. Bagi mereka yang memilih jalur zonasi, orang tua harus secara rinci memahami sekolah-sekolah mana yang berada dalam satu zonasi dengan tempat tinggalnya. Dari beberapa sekolah yang masuk dalam zonasi, orang tua membuat urutan sekolah mana yang paling dekat dengan tempat tinggalnya.  Jalur prestasi disediakan bagi siswa yang memiliki prestasi dibidang akademis maupun non akademis tetapi, tempat tinggalnya berada diluar zonasi. Orang tua harus mengumpulkan dan melampirkan sertifikat prestasi yang diraih. Jalur mutasi diberikan kepada orang tua yang mengalami proses pemindahan tempat kerja baik di instansi pemerintah maupun di sektor swasta. 

 PPDB tahun ini yang akan mulai memberpalukan zonasi secara murni, hendaknya mendapatkan dukungan dari semua pihak. Agar didukung oleh semua pihak, transparansi dan akuntabilitas PPDB harus dikedepankan. Untuk itu, PPDB harus dilaksanakan dengan sistem online. Melaui sistem ini, masyarakat akan mengetahui daya tampung, jumlah pendaftar dan jurnal secara real time. Loket pengaduan yang disediakan ditingkat sekolah maupun di Dinas Pendidikan akan menjadi saluran informasi ketika masyarakat ingin menyampaikan temuannya selama PPDB berlangsung.  

ZONASI GURU

Proses pembelajaran di sekolah menjadi faktor yang menentukan terhadap kualitas produk pendidikan. Guru, menjadi faktor yang sangat menentukan terhadap kualitas proses pembelajaran. “Sekolah favorit” pada umumnya di dominasi oleh guru profesional yang menguasai empat kompetensi (profesional, paidagogik, sosial, kepribadian). Untuk itu perlu dilakukan redistribusi guru, agar guru-guru profesional tidak menumpuk pada “sekolah-sekolah favorit”. Pemerintah perlu melakukan pemetaan guru berdasarkan hasil Uji Kompetensi Guru (UKG). Berdasarkan data tersebut maka dilakukanlah identifikasi sesuai perolehan nilai UKG.  Selanjutnya didistribusikanlah guru tersebut menurut kebutuhan serta dengan mempertimbangkan jarak tempat tinggal guru dengan sekolah. 

Apabila ini dilakukan dengan baik dan benar, maka kualitas guru dan pembelajaran di tiap sekolah tidak akan terjadi perbedaan yang mencolok. Sehingga, keinginan pemerintah untuk menghilangkan “sekolah favorit” dan menciptakan semua sekolah dengan kualitas yang sama akan segera terwujud. 

Drs. Adi Prasetyo, S.H., M.Pd Wakil Ketua Pengurus Provinsi PGRI Jawa Tengah



Posting Komentar untuk "Mewujudkan PPDB yang Ramah Sosial"