Rintihan Sekolah Bertaraf Internasional

(Artikel ini telah tayang di Suara Merdeka 02 Juli 2013)

Berdasarkan Amar Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 5/PUU-X/2012 dinyatakan bahwa Pasal 50 Ayat 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Pasal ini mengatur tentang keberadaan RSBI. Singkat cerita RSBI dibubarkan. 

IDEALISME RSBI

Tujuan penyelenggaraan RSBI adalah untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi sesuai standar kompetensi kelulusan dan diperkaya dengan standar kompetensi pada salah satu sekolah terakreditasi di Negara anggota OECD  (Organization for Economic Cooperation and Development) atau Negara maju lainnya. Selain itu alumnus juga memiliki daya saing tinggi yang dibuktikan dengan kemampuan menampilkan keunggulan local di tingkat internasional. Harapan lainnya alumnus memiliki kemampuan bersaing dalam berbagai lomba internasional. Alumnus juga memiliki kemampuan bersaing kerja di luar negeri terutama bagi lulusan sekolah menengah kejuruan. Dan yang tidak kalah penting adalah alumnus memiliki kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris ( skor TOEFL test > 7,5 dalam skala internet based test bagi SMA, skor TOEIC 450 bagi SMK ), dan/atau bahasa asing lainnya.

Guna mewujudkan tujuan tersebut Depdikbud telah merancang serangkaian program agar supaya idealisme RSBI itu dapat direalisasikan. Program-program yang berkaitan dengan peningkatan kualitas sarana pendidikan, kualitas tenaga pendidik/kependidikan, termasuk pengembangan kurikulum di sekolah RSBI, menjadi program prioritas. Akibatnya alokasi dana yang disiapkan oleh pemerintah untuk RSBI mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan alokasi untuk sekolah non RSBI. Meski alokasi dari pemerintah sudah signifikan namun kenyataannya program yang dibuat oleh sekolah RSBI tetap tidak mampu dipenuhi oleh pemerintah. Sehingga pada akhirnya sekolah melakukan komunikasi melalui komite sekolah guna meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan program RSBI. Alokasi pendanaan dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten serta partisipasi masyarakat  untuk sekolah RSBI, sering kali menimbulkan kecemburuan bagi sekolah non RSBI yang pada umumnya tidak memperoleh keistimewaan seperti halnya RSBI. 

Akhirnya di tengah-tengah kegalauan RSBI Kemendikbud menerbitkan Surat Edaran Nomor. 017/MPK/ SE/2013 tanggal 30 Januari 2013 tentang kebijakan transisi RSBI. Hal-hal yang berhubungan dengan kelembagaan, proses belajar mengajar, pembiayaan, dan tanggung jawab Pemerintah, Pemerintah Provinsi, serta Pemerintah Kab/Kota diatur dalam surat edaran tersebut. Secara kelembagaan RSBI sekarang ini berstatus menjadi sekolah reguler dan dibina oleh Pemerintah Provinsi/Kab/Kota. Simbol/atribut kelembagaan berupa papan nama, kop surat, dan stempel sekolah yang bertuliskan RSBI tidak dapat dipergunakan lagi dalam proses management sekolah.

Barkaitan dengan proses belajar mengajar untuk menjaga kesinambungannya kegiatan pembelajaran pada RSBI tetap berlangsung sampai akhir tahun ajaran 2012/2013 sesuai dengan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) serta mengacu pada Standart Nasional Pendidikan. Dari sisi pembiayaan Kemdikbud memerintahkan Pemerintah Provinsi/Kab/Kota menyediakan anggaran untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu pada sekolah Eks RSBI. Sebagai sekolah reguler maka Permendikbud No. 44 tahun 2012 Tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan Pada Satuan Pendidikan Dasar  wajib dipatuhi. Artinya sekolah tidak boleh melakukan pungutan tetapi diperbolehkan menerima partisipasi masyarakat dalam bentuk sumbangan.

Surat edaran ini bagi sekolah Eks RSBI tentu menjadi angin surga. Program-program pembelajaran yang sudah disusun untuk 1 (satu) tahun pelajaran masih dapat dilanjutkan sesuai dengan RKAS. Sebab jika program yang sudah matang dibatalkan secara tiba-tiba akan menimbulkan kerugian yang luar biasa terutama terkait dengan peningkatan kompetensi peserta didik. Dari sisi pembiayaan surat edaran ini juga menimbulkan optimisme bagi sekolah. Karena sesungguhnya program-program yang dibuat sekolah baik yang berhubungan dengan kurikulum, sarana, dan tenaga pendidik pada umumnya membutuhkan biaya yang relatif besar, dan tidak menutup kemungkinan sebagian besar didukung oleh partisipasi masyarakat. Sekolah dan komite sekolah wajib untuk melakukan komunikasi dengan masyarakat guna meningkatkan peran dan partisipasi masyarakat, terutama dunia usaha dan industri terhadap keberlangsungan program Eks RSBI. Akuntabilitas program, transparansi, dan kejujuran dalam melaksanakan RKAS, dan output yang terukur serta outcome yang bermanfaat menjadi poin yang penting dalam meningkatkan partisipasi masyarakat. 

Pemerintah Provinsi/Kab/Kota wajib melakukan upaya-upaya signifikan terkait dengan nasib Eks RSBI di masa yang akan datang. Bagaimanapun, investasi yang ditanamkan pada RSBI harus tetap dijaga sisi kebermanfaatannya. Sarana pembelajaran berupa laboratorium baik IPA, bahasa, TIK yang pada umumnya membutuhkan biaya operasi yang besar harus mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. Yang tidak kalah pentingnya adalah  keberadaan tenaga pendidik/kependidikan non PNS yang direkrut untuk menunjang program RSBI harus tetap dipertahankan eksistensinya. Sebab mereka ini salah satu komponen di sekolah dalam menunjang keberhasilan program RSBI.

MK bisa mengeliminasi RSBI. Tetapi idealisme dan semangat untuk mendirikan sekolah yang bermutu tidak boleh dibatalkan oleh siapapun karena sesungguhnya masih banyak masyarakat yang membutuhkan sekolah yang bermutu seperti  RSBI.

(Drs. Adi Prasetyo, S.H., M.Pd, Staf Ahli Bupati Bidang Kemasyarakatan dan SDM Kabupaten Semarang)

Posting Komentar untuk "Rintihan Sekolah Bertaraf Internasional"