Memahami Sumbangan Untuk Sekolah

(Artikel ini telah tayang di Suara Merdeka 13 Januari 2014)

Sudah satu tahun lebih, Permendikbud no.44 th 2012 tentang Pungutan Dan Sumbangan Biaya Pendidikan Pada Satuan Pendidikan Dasar diberlakukan. Pemberlakuan Permerdikbud ini menjadi payung hukum bagi sekolah untuk meningkatkan peran serta masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan. Karena selama ini upaya sekolah untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembiyaan pendidikan selalu di nilai negatif. Sekolah selalu berada pada posisi terpojok. Stigma sebagai lembaga yang korup dan tidak mematuhi regulasi, adalah realitas yang harus di hadapi oleh sekolah. Belum lagi ancaman untuk memPTUNkan sekolah, menjadi beban sikologis bagi sekolah.

Ia mengatur tentang pungutan dan sumbangan.

Pungutan adalah penerimaan langsung dari orang tua / murid berupa barang / jasa yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya di tentukan sekolah. Sedangkan sumbangan bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat ,tidak di tentukan jumlah maupun jangka waktu pemberiannya. Singkat cerita, sekolah boleh menerima sumbangan tapi di larang melakukan pungutan.

TANGGUNG JAWAB SIAPA ?

Pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Pemerintah, Pemerintah propinsi dan pemerintah daerah  sudah berusaha semaksimal mungkin mengalokasikan anggaran pendidikan. Mulai dari BOS, DAK, Tunjangan  Profesi, maupun peningkatan dan penyediaan sarana pendidikan. 

Meski demikian,tidak berarti persoalaan pembiayaan pendidikan sudah selesai.

Guru sudah sejahtera dan profesional, sarana prasarana pendidikan, relatif lebih baik. Namun ternyata, upaya sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan sering terkendala masalah pembiayaan .

Berdasarkan Pemerdiknas no 19 th 2007 tentang Standart Pengelolaan Pendidikan, setiap sekolah wajib melakukan perencanaan, pelaksanaan rencaan kerja, pengawasan dan evaluasi.

Setiap tahun sekolah menyusun Rencana Kerja Tahunan (RKT). RKT berisi  kegiatan yang akan di lakukan sekolah untuk satu tahun kedepan. Mulai dari kegiatan yang berhubungan dengan kurikulum, sarana dan prasarana sampai dengan kegiatan kesiswaan, termasuk kegiatan yang bersifat extrakulikuler. Bersama dengan tenaga administrasi dan guru, kepala sekolah melakukan identifikasi kegiatan tersebut. Termasuk di dalamnya sumber dana untuk melakukan kegiatan di maksud. Pada umumnya biaya yang di butuhkan oleh sekolah tidak semuanya dapat di penuhi oleh pemerintah. Meski pemerintah sudah mengalokasikan dana BOS, dana DAK, maupun blockgrant ke sekolah, tetap saja masih belum memenuhi kebutuhan sekolah untuk mewujudkan 8 standart pendidikan. Pada sisi yang lain masyarakat menuntut, agar sekolah memberikan layanan yang terbaik kepada peserta didik. Ini menyulitkan sekolah karena sekolah harus berbuat secara maksimal namun 8 standart nasional pendidikan yang di miliki sekolah pada umumnya masih belum sesuai dengan ketentuan. Guna mengatasi kesenjangan ini sekolah melakukan komunikasi dengan komite sekolah dengan harapan komite sekolah mengetahui kendala kendala yang di hadapi oleh sekolah dan kemudian mencarikan solusi. Sebagai tindak lanjut RKT, yang di tuangkan dalam RAPBS, Komite Sekolah kemudian melakukan rapat pleno dengan orang tua murid.  Di dalam rapat pleno itu di lakukanlah dialog antara orang tua dengan komite sekolah tentang RAPBS. Orang tua di beri kesempatan yang seluas luasnya untuk menyetujui atau tidak menyetujui kegiatan yang di rencanakan oleh sekolah, termasuk sumber dananya. Jadi, pleno yang di lakukan orang tua siswa dengan komite sekolah sesungguhnya sudah sangat demokratis tidak ada paksaan, tidak ada tekanan, dan tidak ada sangsi bagi yang tidak menyetujui keputusan rapat pleno. Sedangkan besar sumbangan orang tua siswa, tergantung kemampuan. Tidak jarang, orang tua yang betul betul tidak mampu mereka akan di bebaskan dari segala macam bentuk sumbangan. Sebaliknya orang tua yang termasuk golongan mampu mereka di berikan kesempatan untuk memberikan sumbangan ke sekolah dalam jumlah yang berbeda di bandingkan dengan yang laen. Ini merupakan konsep subsidi silang yang di kembangkan oleh sekolah. Masalah pembiayaan yang di hadapi oleh sekolah dan tidak mampu di penuhi oleh pemerintah dapat di carikan jalan keluar dengan rasional dan proporsional. Dalam kaitannya dengan penggunaan anggaran sekolah, selalu di lakukan pengawasan baik oleh Komite Sekolah maupun dinas pendidikan Kab / Kota secara periodik. Sehingga ketika terjadi penyimpangan akan segera dapat di ketahui dan di carikan jalan keluarnya. Dari gambaran tersebut diatas apa yang di lakukan oleh sekolah tidak bertentangan dengan regulasi yang ada. Sehingga kita seharusnya tidak perlu kawatir bahwa dana yang masuk ke sekolah, di peroleh dan di pergunakan tidak sesuai dengan ketentuan yang ada.

(Drs. Adi Prasetyo, S.H., M.Pd, Staf Ahli Bupati Bidang Kemasyarakatan dan SDM Kabupaten Semarang).

Posting Komentar untuk "Memahami Sumbangan Untuk Sekolah"