Dari PGRI Untuk Indonesia
(Artikel ini telah tayang di SUARA MERDEKA tanggal 25 November 2020)
Pada awal bulan Maret guna memutus penyebaran Covid-19 pemerintah mengambil kebijakan menghentikan proses pembelajar an tatap muka dan mengganitaknnya dengan pembelajaran secara daring. Kebijakan ini menimbulkan dinamika yang luar biasa, baik untuk sekolah, guru, siswa, sekolah maupun orang tua siswa. Hampir semua tidak siap untuk melaksanakan pembelajaran daring. Melihat kondisi ini, PGRI sebagai organisasi yang terbesar dan tersebar di seluruh Indonesia, bersama pengurus di semua tingkatan melakukan identifikasi persoalan dan upaya yang harus dilakukan agar pembelajaran daring memberikan hasil yang maksimal.
Dari hasil identifikasi tersebut, PGRI menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah terkait kebijakan yang harus diambil guna mengatasi kendala pembelajaran pada era pandemi. Rekomendasi tersebut antara lain : Tahapan rancangan pembelajaran PJJ, dimulai dengan menetapkan tujuan pembelajaran yang rasional dan realistis, mengembangkan instrument untuk mengukur keberhasilan pembelajaran, menganalisa karakteristik peserta didik dan lingkungannya, mengembangkan strategi pembelajaran yang efektif dan efisien, sampai mencari dan mengembangkan bahan ajar yang diperlukan untuk PJJ.
Selain itu PGRI juga mendesak pemerintah melakukan terobosan dengan menggunakan dana re-fochusing. Terobosan itu antara lain :
1. Menyiapkan/membangun infrastruktur dasar (Jaringan, BTS, Listrik, kualitas broadband dsb). Termasuk dukungan kuota internet.
Indonesia adalah negara kepulauan dan tidak semua wilayahya dapat mengakses internet dengan mudah. Semakin jauh dengan wilayah perkotaan maka semakin sulit koneksi internetnya. Pada kenyataannya peserta didik kita tersebar di semua wilayah, mulai dari daerah yang internetnya bagus sampai dengan daerah yang tidak punya akses internet. Hal ini mengakibatkan kualitas yang berbeda dalam pembelajaran daring. Agar pembelajaran daring dapat merata seluruh wilayah maka pemerintah harus membangun infrastruktur jaringan internet secara maksimal.
2. Menyiapkan kurikulumdarurat/Sekolah Era Pandemi, dengan capaian yang realistic.
Kurikulum yang sekarang ini berlaku disusun dalam kondisi normal. Pembelajaran dilakukan melalui tatap muka dengan metode yang bervariasi. Waktu bekajarnya pun sudah ditentukan jumlah jam minimalnya. Kompetensi inti dan kompetensi dasar setiap siswa sudah ditetapkan secara permanen, dengan standar proses yang sudah ditetapkan guna mencapai KI/KD. Karena pandemi hal ini tentu tidak mungkin bisa dilaukan. PGRI merekomendasikan agar pemerintah membuat kurikulum darurat untuk mendukung proses pembelajaran di masa pendemi.
3. Menyiapkan bahan ajar disesuaikan dengan kurikulumdarurat baik untuk daring maupun luring, didistribusikan sampai ke sekolah-sekolah terutama yang tidak mempunyai akses listrik dan internet.
Agar kurikulum darurat itu bisa dilaksanakan dengan maksimal, bahan ajar yang dipakai sebagai pendukung harus segera disiapkan dan didistribusikan ke sekolah. Dengan demikian guru tidak mengalami kesulitan pada saat melaksanakan pembelajaran dengan kurikulum darurat.
4. Pelatihan secara masif dan terstruktur tentang PJJ.
PJJ adalah program yang tidak pernah terencanakan sebelumnya. Ia datatang secara tiba-tiba sebagai antisipasi pandemic Covid-19. Pelatihan secara massif dan terstruktur bagi guru akan sangat membantu menyelesaikan kendala PJJ yang dialami oleh guru.
5. Deregulasi terhadap tugas-tugas guru seperti 24 jam tatap muka, kewajiban absensi dengan datang kesekolah.
Melalui PJJ, standar proses pembelajaran tidak dapat dilakukan. Mulai dari jumlah jam setiap minggunya, dan jumlah jam setiap tatap mukanya. Salah satu kebijakan pencairan TPG guru harus harus melakukan tatap muka minimal 24 jam. Hal ini tentu tidak mungkin dapat dilakukan melalui PJJ. Agar tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari pemerintah harus segera menerbitkan regulasi guna mengatur pembayan TPG di era PJJ.
6. Efektivitas dana Bos dengan memberikan ruang untuk kebutuhan PJJ dan honorer
Dana BOS selama ini peruntukannya diutamakan untuk mendukung kegiatan opresional sekolah melalui tatap muka. Selama PJJ banyak kegiatan yang sudah dirancang tetapi tidak bisa dilaksanakan. Dengan demikian dukungan dana yang sudah disiapkan melalui BOS tidak mungkin dicairkan. Untuk itu peruntukan dana BOS harus dilakukan re-focushing guna mendukung PJJ.
Tidak hanya itu, PGRI terus berjuang bagi kepentingan guru dan Pendidikan. Mulai dari relaksasi Bos dan dimafaatkan untuk kepentingan BDR dan guru honorer. Pembatalan UN, mengawal TPG,THR dan gaji ke 13 agar tidak terkena re-fochusing. Membuat PGRI Crisis Center hingga kabupaten/kota, berbagai pelatihan tentang PJJ, mengusulkan kurikulumsederhana yang realistis, menolak mapel sejarah dihapus dan Pendidikan Agama diintegrasikan pada PPKN, menolak klaster pendidikan masuk dalamRUU Cipta Kerja, subsidi pemerintah Rp. 600.000 untuk honorer, dengan masuk BPJS Ketenakakerjaan, pengangkatan C PNS PPPK Guru K2 yang telah lulus tes, bantuan pemerintah/ pemerintah daerah terhadap guru dan tenagaa adminsitrasi honor, bantuan pulsa siswa/mahasiswa/guru/dosen, tidak bergabung dalam Program Organisasi Penggerak (POP), mendesak terbitnya perpres No.,98 tahun 2020 tentang penggajian PNS PPPK. Itulah bukti komitmen PGRI mengawal perjalanan negeri.
Dari uraian di atas dapat dipastikan diusianya yang ke 75 PGRI tetap memiliki komitmen dan kepedulian terhadap situasi yang dialami bangsa Indonesia. Kiprah PGRI dari tingkat pusat hingga ke daerah dalam menghadapi pandemi betu-betul dirasakan oleh semua komponen. Dirgahayu PGRI ke 75.
(Drs. Adi Prasetyo, S.H., M.Pd. Wakil Ketua Pengurus Propinsi PGRI Jawa Tengah)
Posting Komentar untuk "Dari PGRI Untuk Indonesia"
Posting Komentar