Demokratisasi Kurikulum




(Artikel ini telah tayang di Suara Merdeka 14 Oktober 2020)

Ada anggapan di tengah tengah masyarakat kita, jikaterjadi pergantian Menteri selalu diikuti dengan pergantian kurikulum. Rasanya masyarakat belum melihat pada saat ada Menteri baru, tidak melakukan perubahan kurikulum.

Di Indonesia, pergantian kurikulum sudah beberapa kali. Pada masa Orde Lama saja pernah tiga kali pergantian kurikulum,  yaitu  Kurikulum  1947,  Kurikulum1952,  dan  Kurikulum    1964.  Sedangkam pada  masa  Orde  Baru  kurikulum  dimulai dari Kurikulum 1975. Kemudian berubah menjadi  Kurikulum  1984,  yang  pada  saat itu diterapkanlah pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Setelah itu muncul lagi Kurikulum 1994, kurikulum ini menjadi kurikulum terakhir yang dikeluarkan pada masa Orde Baru. Pada masa Reformasi tahun 2000 dimunculkan lagi apa yang disebut Suplemen Kurikulum atau Kurikulum 2000 yang disosialisasikandengan nama  Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Baru pada tahun 2004 resmi ditetapkan sebagai   kurikulum yang diberlakukan untuk pendidikan diseluruh Indonesia yang disebut Kurikulum 2004 atau KBK. Tahun 2006 kurikulum berubah lagi dari KBK menjadi KTSP sebagai penyempurnaan dari kurikulum KBK. Tahun 2013 kurikulum berubah lagi dari KTSP menjadi Kurikulum 2013. Terakhir pada 2014 kurikulum diberlakukan dua jenis yaitu Kurikulum 2013 dan kembali kepada KTSP. 

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. kurikulum akan mengalami perubahan setiap beberapa tahun mengikuti perkembangan yang ada. 

Perubahan kurikulum merupakan salah satu upaya yang ditempuh untuk memperbaiki mutu (hasil) pendidikan berupa kompetensi lulusan.      

    Perubahan yang dilakukan berupa perubahan yang terkandung dalam Standar Kompetensi Lulusan serta cara yang digunakan. 

Terkait esensi kurikulum, esensi kurikulum adalah apa yang diajarkan oleh gurukepada peserta didik di dalam kelas. Meskipun terjadi perubahan dan pergantian kurikulum, ternyata esensi kurikulum (Pembelajaran di dalam kelas)-nya sering kali tidak berubah. Apa yang diajarkan guru setelah adanya pergantian kurikulum tetap sama dengan setelah adanya pergantian kurikulum. 

Perbaikan mutu pendidikan kita pada umumnya hanya berhenti di depan pintu pintu sekolah, maupun pintu pintu kelas, tetapi tidak pernah mewarnai praktik di dalamnya. Artinya perubahan dan peningkatan mutu kurikulum hanya sampai pada bentuk kurikulum saja tetapi  implementasi praktik di dalamnya kurang. Sehingga apa yang tercantum pada kurikulum tidak sesuai dengan kehidupan nyata dilapangan.Perubahan kurikulum  memang sebuah kepastian, tetapi tidak ada kepastian, perubahan  kurikulum disusun dengan melibatkan stake holder.


PERUBAHAN KURIKULUM 

Perubahan kurikulum harus mengakomodir isu dantantangan  yang sedang dan akan terjadi dimasa dating .Tantangan masa depan diantaranya meliputi arus globalisasi, masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi informasi, kovergensi ilmu dan teknologi, dan ekonomi berbasis ilmu pengetahuanDisamping itu,kurikulum harus mampu menyiapkan kompetensi secara utuh. Diantaranya meliputi kemampuan berkomunikasi, kemampuan berfikir jernih dan kritis, kemampuan mempertimbangkan segi moral, dan kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda. Fenomena sosial yang mengemuka, seperti perkelahian pelajar, narkoba, korupsi, plagiarisme, kecurangan dalam berbagaihal, dan gejolak sosial  harus menjadi masukandalam mengembangkan kurikulum.

Pada sisi yang lain,Persepsi publik yang menilai pendidikan selama ini terlalu menitik beratkan pada aspek kognitif, beban siswa yang terlalu berat, dan kurang bermuatan karakter, patut di pertimbangkan Ketika ada perubahan kurikulum. 

Pandemi COVID-19 yang tidak diketahui berakhirnya, harus menjadi referensi dalamadaptasi  kurikulum.

Kurikulum memang bukan satusatunya penentu mutu pendidikan. Kurikulum juga  bukan  perangkat  tunggal  penjabaran visi pendidikan, meskipun demikian kurikulum menjadi perangkat yang strategis untuk menyemaikan kepentingan dan membentuk konsepsi dan perilaku individu warga

Oleh karena itu sebaiknya kurikulum yang dirancang secara nasional hendaknya dihindari kepentingan kepentingan kekuasaan,  apalagi  bermotif  ekonomi dan bisnis. Tetapi betulbetul dirumuskan sesuai dengan kebutuhan pengembangan pendidikan di Indonesia, dengan demikian diharapkan pendidikan dapat membentuk manusia Indonesia yang seutuhnya.

Memang, pada zaman modern, perkembangan pengetahuan dan kebutuhan kompetensi bidang kerja mau tidak mau menuntut penyesuaian kurikulum pendidikan oleh pemerintah,. Tetapi perubahan kurikulum hendaknya dilakukan secara sistematis, terencana, terukur, dan bertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Perubahan kurikulum bukan dilakukan karena kepentingan kekuasaan sesaat, kepentingan kelompok, apalagi ada motif bisnis.

 Indonesia memerlukan orang orang yang secara ikhlas bekerja memajukan bangsa  Indonesia.  Kepentingan  kekuasaan  sesaat, kepentingan kelompok, apalagi ada motif bisnis harus dihilangkan dalam rekonsiliasi kurikulum . Kalaupun perlu dilakukan perubahan kurikulum, hendaknya dikaji dulu secara mendalam, sehingga tidak terkesan perubahan kurikulum dipaksakan. Stakeholder pendidikan selain pemerintah harus dilibatkan, antara lain seperti para pakar pendidikan, perguruan tinggi, organisasi kemasyarakatan, PGRI, dan aktivis pendidikan. Jika ini dilakukan, maka yakinlah bahwa pendidikan di Indonesia akan maju dan produknya siap berkompetisi dengan negara lain di dunia.

(Drs. Adi Prasetyo, S.H., M.Pd. Staff Ahli Bupati Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik Kab. Semarang)

Posting Komentar untuk "Demokratisasi Kurikulum"