Pendidikan Hadapi Kenormalan Baru



(Artikel ini telah tayang di Suara Merdeka 06 November 2020)

Pemerintah sudah memutuskan tahun pelajaran baru dimulai pada tanggal 13 Juli 2020, tetapi belum dipastikan apakah dimulai dengan tatap muka atau masih menggunakan pola Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Sebelum memutuskan pembukaan sekolah dan pelaksanaan new normal, ada baiknya pemerintah mempertimbangkan data, fakta dan masukan dari pihak-pihak terkait. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menganjurkan  selama pandemi kegiatan anak pada usia PAUD tetap dilakukan di rumah, sedangkan KBM anak usia sekolah dan remaja dilakukan melalui PJJ. Dari fakta yang ditemukan IDAI, diketahui data anak positif 584, 14 meninggal. Ada 3324 anak PDP, 129 PDP meninggal.

Sementara data pada tanggal 28 Mei 2020 menunjukkan jumlah total 24538 kasus postif. Dari angka itu, 2,2% pada balita, 5,5% anak usia 6 hingga 17 tahun. Realitas ini tidak bisa dianggap sebagai jumlah yang kecil. Pada sisi yang lain, jumlah pasien meninggal 1496, sekitar 0,8% adalah balita, dan 6-17 tahun sebesar 0,6%. Data ini menunjukkan kelompok usia anak rentan terhadap covid-19. Dengan akibat serius bisa menimbulkan korban jiwa.

Uji coba survey yang dilakukan oleh KPAI diperoleh gambaran 71% ortu menolak pembukaan sekolah, 20% mendukung, 9% menyatakan perlu ada kajian. Sementara 80% siswa setuju. Dari sisi guru 60% mendukung dan 40% menolak.

Di Cina pembukaan sekolah dilakukan setelah zero positif selama 10 hari. Sementara di Finlandia, Inggris, Perancis baru 2 minggu sekolah di buka sudah ada yang terinfeksi. Bahkan di Korea Selatan baru beberapa hari di buka, 200 sekolah kembali ditutup.

Dari data di atas dimulainya tahun pelajaran baru saat pandemi belum terkendali, perlu dikaji dengan hati-hati. Keselamatan anak wajib diutamakan dan kegiatan sekolah perlu dilindungi agar tidak menjadi klaster baru sebaran corona.

Kenormalan Baru Pendidikan

Jika kita merujuk data informasi diatas, maka sesungguhnya kita belum berani melakukan pelonggaran termasuk dalam dunia pendidikan.

Namun jika terpaksa dilakukan pelonggaran ada beberapa skenario dan tahapan yang bisa dipilih. Untuk satuan pendidikan anak usia dini kegiatan tetap dilaksanakan di rumah, sedangkan usia sekolah dan  remaja  tetap menggunakan PJJ. Agar PJJ dapat berjalan  secara maksimal pemerintah  harus  melakukan  pendampingan  terhadap  guru  melalui  pelatihan.  Terutama 

berkaitan dengan penggunaan media dan metode sehingga interaksi daring akan berjalan tidak membosankan. Salah satu penyebab siswa ingin kembali ke sekolah adalah cara mengajar guru melalui daring dinilai sangat membosankan. Guru hanya memberikan tugas tanpa ada dialog interaktif antar mereka. Melalui pendampingan akan meningkatkan keterampilan guru dalam penguasaan IT. Pendampingan sebaiknya melibatkan organisasi profesi, MGMP, pengawas sekolah, dan jajaran dinas pendidikan lainnya. Tidak semua anak memiliki android juga menjadi salah satu hambatan PJJ.

Problem berikutnya terkait PJJ adalah besarnya biaya internet yang harus ditanggung oleh siswa dan guru. Pemerintah diharapkan tidak hanya memberikan stimulus terhadap persoalan internet tetapi diharapkan pemerintah membebaskan biaya alias gratis internet untuk kepentingan pendidikan.

Jaringan internet yang ada juga menjadi salah satu kendala PJJ. Masih ada daerah-daerah tertentu yang tidak dapat terkoneksi dengan internet. Kalaupun ada masih sangat lemah. Pemerintah harus melakukan upaya melalui penguatan jaringan dan pendirian pemancar baru.

Pembukaan sekolah harus diawali dengan identifikasi dan pemetaan infrastruktur oleh pemerintah bersama sekolah. Mulai dari jumlah ruang, tempat cuci tangan, masker, maupun handsanitazer, yang sudah ada mapun yang dibutuhkan. Untuk menghindari kerumunan harus ada perubahan. Jumlah siswa dalam satu rombel hanya 50% dari jumlah yang selama ini ada. Selama ini jumlah siswa dalam satu rombel untuk SMP 32 dan SMA 36, dan tempat duduk saling berdekatan. Kenormalan baru akan merubah jumlah siswa dalam satu rombel hanya 50% dari jumlah sebelumnya serta tempat duduk yang berjarak minimal satu meter dalam ruang kelas. Pemecahan rombel akan mengakibatkan kebutuhan jumlah ruang yang meningkat. Jika jumlah ruang belajar di sekolah cukup, tidak masalah. Jika ruangan kurang maka waktu belajarnya harus dilakukan kenormalan baru. Masuk secara bergiliran menjadi salah satu solusi. Bisa dilakukan dalam satu hari ada dua shift (double shif) atau satu hari masuk, satu hari libur. Jam belajar efektif siswa memang menjadi berkurang. Kehilangan waktu belajar efektif siswa dapat digantikan dengan cara dan waktu yang berbeda. Kehilangan nyawa, sampai dengan hari ini tidak ada satu metode pun yang mampu mengembalikannya.

Kantin sekolah menjadi salah satu tempat berkumpulnya siswa, untuk itu selama pandemi ini berlangsung kantin sekolah harus ditutup. Resikonya orang tua harus menyiapkan bekal bagi anak-anaknya di sekolah.

Yang tidak kalah penting harus dibuat protokol pembelajaran sebagai pedoman di lapangan. Cuci tangan, pakai masker dan jaga jarak harus menjadi budaya baru di sekolah dan dilakukan dengan kedisiplinan yang tinggi.

Selama proses pembelajaran berlangsung setiap 1 jam sekali sekolah harus memberikan tanda, dan siswa harus melakukan cuci tangan. 

Kebutuhan sekolah dimasa kenormalan baru berbeda dengan masa sebelum pandemi. Ada hal-hal baru yang harus disiapkan oleh sekolah. Pemerintah perlu melakukan perubahan anggaran. Pemotongan anggaran pada bidang pendidikan terutama yang diperuntukan bagi kegiatan fisik berupa DAK, blockgrand, rehab, RKB, sebaiknya dikembalikan ke dunia pendidikan. Karena sesungguhnya dunia pendidikan juga menjadi wilayah yang terdampak covid-19. Pelatihan guru, biaya internet, penyediaan masker, handsanitazer, tempat cuci tangan sampai dengan tes PCR bagi para guru merupakan kebutuhan baru dunia  pendidikan. Program Bantuan Siswa Miskin (BSM) merupakan program bidang pendidikan yang dampaknya langsung dirasakan oleh masyarakat. Dana yang diterima siswa dapat digunakan mengatasi persoalan ekonomi terutama yang berhubungan dengan proses pendidikan anak yang menjadi beban orag tua.

Regulasi tentang BOS juga harus dilakukan penyesuaian. BOS harus mampu mendukung sekolah secara maksimal dalam upaya melaksanakan kenormalan baru era covid-19.

Apabila pemerintah memiliki keterbatasan anggaran maka masyarakat wajib hukumnya mengambil peran  dalam  melaksanakan kenormalan baru di sekolah. Partisipasi masyarakat dalam bentuk pikiran, tenaga, material akan sangat membantu pihak sekolah dalam mengatasi persoalan yang dihadapi.


(Drs. Adi Prasetyo, S.H., M.Pd. Staff Ahli Bupati Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik Kab. Semarang).

Posting Komentar untuk "Pendidikan Hadapi Kenormalan Baru"