PPKM dan Penguatan komunitas Warga
(Artikel ini telah tayang di Suara Merdeka 02 Februari 2021)
Pemerintah mengganti PSBB dengan PPKM. Meskipun sama sama pembatasan, keduanya memiliki perbedaan. Pada kebijakan PSBB kepala daerah mengusulkan pembatasan aktifitas kegiatan masyarakat kepada menteri kesehatan, dengan kriteria yang telah ditentukan. Pada PPKM pembatasan aktifitas kegiatan masyarakat ditentukan oleh kepala daerah.
Indikator penetapan wilayah PPKM Jawa dan Bali diantaranya adalah : tingkat kematian diatas rata rata nasional, tingkat kesembuhan dibawah rata-rata nasional, tingkat kasus aktif diatas rata-rata nasional, tingkat keterisian rumah sakit dan ruang isolasi diatas 70 %.
PPKM bukanlah kegiatan locdown daerah. PPKM berfungsi untuk membatasi kegiatan masyarakat secara tetap khususnya daerah merah covid 19. Pembatasan ini bukan pelarangan kegiatan tapi pembatasan. Pembatasan secara terbatas tersebut,dilakukan di propinsi Jawa dan Bali,karena di propinsi tersebut memenuhi salah satu dari parameter yang ditetapkan.
Meski berbagai setrategi telah ditempuh, memang keyataanya penularan masih tetap tinggi. Strategi yang telah reruji adalah patuh dan disiplin,dengan protokol kesehatan. Dari awal pemerintah sepakat akan menyelesaikan pandemi ini dengan menyelesaikan masalah-masalah hulu, berupa perubahan prilaku masyarakat, tetapi pada kenyataannya belum mencapai titik optimal. Penularan masih tetap terjadi. Dan sekarang sudah menembus pada angka 1 juta.
Keberanian Menteri Kesehatan melakukan auto kritik dan evaluasi patut diapresiasi. Menurutnya, 3T yang dilakukan selama ini dianggap salah karena samplenya orang-orang itu saja. Misalnya, menteri mau ketemu presiden dites dulu. Masyarakat yang naik pesawat juga harus di test dulu . Sementara mereka yang potensial/suspek tidak ditesting.
Yang kedua menkes juga mengatakan tidak mau pakai data yang ada dikemenkes, padahal itu data resmimilik kemenkes. Ia memakai data yang dipakai KPU Ketika pilkada. Artinya ada beberapa data yang tidak sinkron. Sementara sekarang sudah dilakukan vaksinasi, dimana dibutuhkan data yang valid. Publikpun jadi bertanya tanya, apa yang sesungguhnya terjadi dengan penanganan pandemi di negeri ini.
Mengenai prilaku masyarakat, pemerintah mengambil beberapa kebijakan, ada PSBB dan kini sudah memasuki PPKM jilid ke 2 namun, bila berbicara mengenai data kenaikan angka harian rata-rata kasus adalah 10 ribu kasus pada saat PPKM diterapkan.
Awalnya kita mengenal PSBB transisi, dan menjadi PSBB ketat lalu sekarang ada kebijakan dengan nama PPKM yang prinsipnya adalah melakukan pembatasan sosial. Karyawan hanya 25%.niaga juga dibatasi, mol-mol juga dibatasi, selama ini belum pernah mengadakan pelarangan tapi hanya pembatasan sosial.
Pada sisi yang lain, kecukupan tempat tidur rumah sakit sudah sangat mengawatirkan rasio pemanfaatan ruang ICU dan tepat isolasi lebih dari 60% dari tempat yang tersedia. Dalam kondisi seperti ini,harus segera dilakukann antisipasi..
Salah satunya, penggunaan rumah sakit hanya dikhususkan bagi penderita Covid yang berat dan sedang. Sehingga ada strategi lain untuk merawat yang ringan. Kasus Covid ringan tidak perlu ke RS tapi memanfaatkan potensi yang ada, bukan hanya Puskesmas, tetapi klinik-klinik swasta yang memiliki ruang rawat inap bisa diajak bersama-sama untuk merawat pasien Covid yang ringan.
Dengan demikian tidak perlu ke rumah sakit bagi kasus-kasus yang ringan. Sehingga strategi penambahan ruang isolasi/ICu untuk yang stadium berat dan sedang lebih memungkinkan. Harus dipisahkan dulu, mana yang ringan, sedang, berat. Rumah Sakit dikhususkan bagi yang sedang dan berat. Kasus kasus ringan di tangani oleh Puskesmas, klinik klinik yang bisa merawat kasus kasus ringan.
PERAN SERTA MASYARAKAT
Solusi untuk pemutusan mata rantai ini hanya 3 pilihan. Dan masing masing memiliki konsekuensi yang berbeda. Pertama PSBB secara nasional. Pandemi COVID-19 perjalanannya sudah berlangsung selama 11 bulan. Setiap ada relaksasi transportasi, mobilitas, aktivitas sosial, pariwisata, tenaga kerja yang lain, pasti ada potensi kenaikan transmisi. Kasus ini sekarang sudah kumulatif mencapai lebih dari 1 juta, kemungkinan ada upaya yang kurang optimal di masyarakat. Apabila melihat metode penanganan COVID-19 diberbagai negara,ada kecenderungan,yang paling efektif PSBB nasional. Akan tetapi konsekuensi ekonomi dan sosial teramat sangat berat. Melihat kondisi geografis,dan jumlah penduduk yang relative besar,serta kemampuan keuangan indonsia,rasanya pemerintah tidak mungkin memilih opsi ini.
Opsi yang kedua adalah optimalisasi vaksin dan proses vaksinasi. Tetapi yang menarik, negara Indonesia bukan produsen vaksin. Upaya dalam rangka memenuhi 181 juta penduduk hanya bisa dilakukan dalam jangka menengah dan panjang. Diperkirakan, paling tidak membutuhkan waktu 2 tahun baru akan terpenuhi, supaya ada health imunity. Opsi ini bisa untuk pencegahan dan pemutusan mata rantai Covid,meskipun ada konsekuensinya..
Opsi yang ketiga, adalah konsep kemanunggalan semua komponen,mulai dari pemerintah, tokohagama,tokoh masyarakat, masyarakat,kelmpok masyarakat,dalam menghadapi Covid 19. Tenaga kesehatan di komunitas, perawat di komunitas, ada bidan desa, tenaga kesehatan masyarakat bahkan ada dokter lain dioptimalkan bersama masyarakat membentuk Hankam rata, Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta menghadapi Covid. Dari sisi anggaran,kebijakan ini tidak memerlukan biaya besar,namun hasilnya maksimal.
PSBB,PPKM dan locdown memang kebijakan untuk membatasi pergerakan. Persoalannya, orang-orang OTG sudah berinteraksi dengan masyarakat. Kebijakan PSBB,PPKM, Locdown harus dibarengi dengan upaya penguatan dikomunitas terkecil seperti di RT,RW,Kampung,desa. Harus ada warga yang melakukan pengawasan, melakukan tracing di daerahnya masing-masing.
Karena covid sudah ada dirumah-rumah, yang berpotensi menular tidak cukup hanya PSBB,PPKM dan Locdown. Tanpa adanya pengawasan dari tingkat yang lebih kecil. Harus diterjemahkan dalam konsep yang baik. ada pos desa. Ada pos RT pos RW yang memberikan pengawasan terhadap warganya.
Sesunggunya persoalan utamanya ada di hulu yaitu upaya pemberdayaan dari oleh dan untuk masyarakat. Akan lebih baik jika seluruh RT,RW ,kampung-kampung ada inisiatif menyediakan ruang isolasi mandiri. Hal ini jauh lebih baik daripada orang yang dirinya terpapar kemudian bersama keluarganya dirumah masing-masing. Walaupun sudah disiapkan oleh masyarakat dipenuhi kebutuhannya dilindungi dari lingkungannya kerjasama dengan tenaga Kesehatan tetap harus dioptimalkan..
pemerintah pasti akan mengambil kebijakan yang tepat dan juga tegas agar covid 19 segera dapat turun. Namun demikian tidak hanya pemerintah dan tenaga kesehatan, masyarakat juga punya peranan penting dalam memutus penularan covid 19. Peningkatan 3 T (testing,tracing thretmen) yang dikombinasikan dengan kepatuhan protokol kesehatan 5M ( memakai masker,menjaga jarak, memcuci tanga, membatasi mobilitas,dan menjauhi kerumunan ) di iringi dengan program vaksinasi diharapkan dapat menjadi kunci menghakhiri pandemic covid 19.
Jika masih tetap ingin menyeimbangkan antara ekonomi dan kesehatan,opsi terakhir yang dapat dilakukan adalah mengoptimalkan kampanye dan edukasi masyarakat Sebagai lini depan melawan covid 19.
(Drs. Adi Prasetyo, SH., M.Pd, Plt. Kepala Dinas Kominfo, Koordinator Bidang Komunikasi dan Publikasi Satgas COVID-19 Kabupaten Semarang).
Posting Komentar untuk "PPKM dan Penguatan komunitas Warga"
Posting Komentar